3 Kesalahan Fatal dalam Desain Cetak

Tuesday, April 28, 2009
3 Deadly Sins of Print Design

Beberapa dari kita mungkin pernah mengalami hal ini ketika mendesain sesuatu untuk kemudian dicetak. Di layar komputer desain tampak menawan, tetapi jadi “berantakan” saat berpindah ke kertas. Ada beberapa kesalahan umum yang banyak desainer tanpa sadar melakukannya ketika berhadapan dengan dunia cetak.

Jonathan Cutrell dari Fuel Your Creativity dalam artikelnya, “3 Deadly Sins of Print Design,” memaparkan tiga di antara kesalahan-kesalahan itu yang menurutnya fatal.

1. Mendesain dalam mode RGB

CMYK color gradient
RGB color gradient
Gradien warna CMYK (atas) dan RGB (bawah).

Mesti diingat bahwa printer memiliki “mata.” Printer menerjemahkan data yang dikirim dari suatu aplikasi atau peranti. Output aplikasi atau peranti itu memiliki bahasa tertentu yang disebut ruang warna (color space). Printer menerjemahkannya, kemudian mencetak. Jadi misalkan komputer dan Photoshop berbahasa Inggris sedangkan printer berbahasa Indonesia. Inilah yang terjadi: printer menyimak, mendengar bahasa Inggris, dan berupaya sebaik mungkin untuk menerjemahkannya. Meski, katakanlah, si printer pernah mengambil kursus bahasa Inggris, tetap saja tidak setiap kata dalam dictionary dipahaminya.

Untungnya, ternyata cukup mudah mengatasi hal tersebut. Pada kotak dialog pembuatan dokumen (proyek desain) baru dalam Photoshop dan Illustrator terdapat pilihan mode warna RGB atau CMYK. Pilih mode CMYK jika desain yang akan dibuat ditujukan untuk memasuki dunia cetak.

Photoshop setting for print design
Seting Photoshop untuk desain cetak.

Tentang ruang warna, berikut ini sedikit ulasan yang tidak terlampau detail.

RGB merujuk kepada dua gamut warna berbeda (sRGB dan Adobe RGB). Keduanya didasarkan pada pemodelan cahaya untuk menghasilkan beragam warna. Merah, hijau, dan biru secara teori bisa disalingcampurkan untuk mencipta sembarang warna cahaya, dan campuran 100% ketiganya menghasilkan putih. “Kanvas blank” alami dalam RGB adalah hitam (ketiadaan cahaya).

Di sisi lain, CMYK didasarkan pada pencampuran empat warna: cyan, magenta, kuning, dan “kunci” (key, istilah lama percetakan untuk hitam), untuk secara teori menghasilkan sembarang warna. Kanvas blank alami pada CMYK adalah kertas.

Sayangnya, terdapat warna-warna dalam gamut RGB yang tidak dapat dibuat dalam gamut CMYK, khususnya warna-warna terang, terutama dalam area cyan. Inilah yang menimbulkan masalah. Sederhananya, memakai pemisalan tadi, RGB menguasai bahasa Inggris dengan lebih baik daripada CMYK.

Sangat banyak literatur, baik online maupun cetak, yang membahas perihal manajemen warna ini.

2. Lupa memakai hitam kaya

Jika ada kesalahan yang tak termaafkan, barangkali inilah dia. Sekali lagi, dibutuhkan sedikit pemahaman tentang CMYK. Printer memakai info CMYK yang diterimanya dan menaruh tinta berdasarkan info tersebut. Nilai CMYK mengacu pada empat angka antara 1 dan 100 yang menunjukkan jumlah tiap warna yang dicampurkan untuk memperoleh warna yang diinginkan. Kalau begitu, K=100 berarti hitam, bukan?

Two blacks
K=100 menghasilkan abu-abu gelap, sama sekali bukan hitam.

Solusinya adalah dengan menggunakan hitam kaya (rich black). Hitam kaya mencampurkan C, M, dan/atau Y untuk mempergelap K 100%. Ada banyak pendapat berbeda mengenai “campuran” terbaik, tetapi pada dasarnya terbagi dua: hangat (warm) dan sejuk (cool). Yang umum diterima adalah C=70 M=50 Y=30 (dikenal sebagai “hitam desainer”), C=60 M=40 Y=40 (hitam sejuk), dan C=40 M=60 Y=40 (hitam hangat). Ketiga nilai CMY tersebut digabungkan dengan K=100.

Sebagian orang berpendapat bahwa nilai C=40 dan K=100 sudah cukup. Intinya adalah menambahkan sesuatu kepada hitam agar tampak benar-benar hitam.

Namun perlu diingat, jangan memakai hitam kaya untuk teks berukuran kecil. Masalah registrasi (salah satu tinta CMYK tercetak sedikit melenceng dari tempat semestinya) bisa membuat teks tidak terbaca. Biasanya, menggunakan hanya K=100 untuk teks hitam membuatnya cukup terbaca.

Trik lainnya: jika teks cukup besar sehingga kita ingin memakai hitam kaya tetapi masih cukup kecil sehingga memungkinkan timbul masalah registrasi, berikan outline K=100 sekira 0,5 atau 1 pt pada teks. Ini bisa mengatasi masalah registrasi. Outline tersebut mesti di bagian dalam teks dan menggantikan area asli yang ditutupinya, sehingga teks tidak tampil secara keliru.

3. Menggunakan resolusi yang salah

Low resolution
High resolution
Citra beresolusi rendah mengalami pikselasi baik pada layar maupun pada cetakan (atas); menggunakan citra beresolusi tinggi menjamin kejelasan/ketajaman (bawah).

Memakai resolusi yang tidak tepat bisa merusak hasil akhir desain. Penting untuk dipastikan bentuk akhir kerjaan yang dibuat sehingga kita bisa mendesain pada resolusi yang tepat. kebanyakan printer mencetak pada sekira 300 dpi (dot per inci), beberapa bahkan mampu mencetak pada 600 dpi atau lebih. Resolusi monitor adalah 72 ppi (piksel per inci) dan merupakan seting default mode RGB pada Photoshop dan Illustrator.

Apa beda antara dpi dan ppi? Sederhananya, piksel adalah persegi dan dot adalah titik (lingkaran). Piksel dan dot masing-masing mewakili satu warna. Semakin banyak jumlah piksel atau dot per inci, semakin rinci dan akurat suatu citra. Adalah penting untuk mendesain pada 300 ppi sehingga ketika dicetak pada printer 300 dpi, setiap piksel “diterjemahkan” sebagai satu dot. Tidak jadi masalah untuk mendesain pada ppi yang lebih tinggi daripada dpi printer, tapi hati-hati jangan sampai mendesain pada kurang dari 300 ppi.

Kecuali kita mendesain sesuatu berukuran sangat besar, angka ajaib untuk desain cetak adalah 300 dpi. Secara umum, apa pun yang bisa digenggam tangan mesti didesain pada 300 dpi atau lebih. Terutama penting untuk diingat bahwa meski kita bisa menurunkan dpi tanpa masalah, kita tidak dapat menaikkannya tanpa kehilangan kualitas (pada desain berbasis raster). Jadi, selama prosesor komputer kita mendukung, jalan terbaik adalah bekerja pada 300 dpi atau pada resolusi maksimum printer.

Selain itu, berdasarkan ukuran-jadi tertentu, kita juga mesti mendesain pada resolusi perspektif. Misal, sebuah reklame jika dilihat dari jalan akan tampak berukuran beberapa inci saja, sehingga dpi-nya bisa lebih rendah (biasanya sekira 18-20 dpi).

Ada lebih banyak lagi kesalahan yang bisa terjadi dalam desain cetak, namun tiga di ataslah yang paling sering berakibat fatal.

Tip terakhir: untuk menghindarkan terjadinya kesalahan, SELALU lakukan proof terhadap cetakan, meski hal itu akan sedikit menambah ongkos.

Catatan: Jangan lupa untuk membaca artikel asalnya.

0 comments  on "3 Kesalahan Fatal dalam Desain Cetak"

Post a Comment